Tidak pernah terbayangkan dalam benak saya bakal melakukan perjalanan Yogya-Pacitan di malam hari menggunakan motor demi sebuah pantai bernama KLAYAR. Perjalanan gila macam apa ini. Tapi toh saya berusaha menikmati setiap jalur yang kami lewati walaupun selama perjalanan yang kami temui hanya kegelapan yang ditembus cahaya lampu motor. Mungkin orang lain bakal berpikir dua kali untuk melakukan seperti yang kami lakukan waktu itu.
Ide untuk susur pantai di Pacitan berawal dari foto pantai keren di album foto FB salah seorang teman saya. Usut punya usut ternyata TKPnya adalah Pantai Klayar di Pacitan. Akhirnya setelah terjadi pembahasan jarak jauh antara Cikarang-Yogya dan dilanjutkan diskusi ketika saya sudah berada di Yogya, maka disepakati kami akan berangkat hari Jumat siang setelah Jumatan. Peserta berjumlah 7 orang yaitu saya, Sari, Pakbi, Arif, Aris, Nia dan Nanung.
Manusia hanya bisa berencana, hanya Tuhanlah Sang Maha Penentu. Jumat siang itu, hujan melanda Yogya. Emang sih dari paginya udah mendung-mendung gimana gitu. Akhirnya dari rencana berangkat jam 1 siang, sekitar jam 4 sore kami baru berangkat dari kosan Sari. Tujuan pertama adalah rumahnya Arif buat packing ulang. Secara perbekalan kami meliputi tenda 2 unit, sleeping bag 2 buah (kalo gak salah), barang-barang pribadi, dan keperluan logistik. Semua harus diatur baik-baik karena perjalanan kami kali ini menggunakan motor. Dari rumah Arif, kami kemudian ke rumah Pakbi yang tidak jauh dari rumah Arif untuk memasang kaca spion motornya Aris yang saat itu ternyata cuma ada satu. Setelah urusan kaca spion beres, kami pun berangkat. Sebelum benar-benar melaju menuju Pacitan, kami masih harus menjemput Nia dan temannya yang kemudian saya kenal bernama Nanung di Jalan Wonosari, depan Fun Kids. Ketika saya dan Pakbi sudah berhasil bertemu Nia dan Nanung, kami malah kehilangan jejak Sari, Aris dan Arif. Tunggu punya tunggu, setelah berkali-kali tidak berhasil menghubungi ponsel Sari dan Aris, kami memutuskan untuk langsung berangkat dengan harapan bakal bertemu mereka di suatu titik yang tidak begitu jauh.
Menjelang magrib, akhirnya saya, Pakbi, Nia dan Nanung akhirnya bertemu Sari, Aris dan Arif yang ternyata sudah dari tadi tiba di sebuah warung kaki lima di depan alun-alun kota Wonosari. Setelah mengisi perut, kami bergegas meninggalkan Wonosari untuk selanjutnya menuju Klayar. Sepanjang yang saya ingat saat itu kami melalui rute Semanu, Pracimantoro yang masih masuk wilayah Yogya, sehingga jalanannya masih mulus puol….Kata Pakbi dan Arif, gampang kok menentukan kita masih di wilayah Yogya atau sudah masuk Jawa Tengah. Kalau jalanannya mulus berarti kita masih di Yogya, tapi kalau jalanan sudah rusak berarti sudah masuk wilayah Wonogiri yang mana masuk ke dalam wilayah propinsi Jawa Tengah. Waduh….hipotesa dari mana lagi itu…Tapi kalau dirasa-rasa, benar juga sih apa yang dikatakan Pakbi dan Arif, ketika kami masuk ke daerah Giritontro dan Giriwoyo, sudah bisa dipastikan kami berada di wilayah Jawa Tengah, karena jalanannya jelek pun….Empat motor beriring-iringan memecah kesunyian malam itu. Sesekali kami berpapasan dengan motor penduduk yang kampungnya kami lalui malam itu.
Ketika kami melewati papan yang bertuliskan Kalak, Pakbi mengatakan bahwa kami sudah hampir dekat dengan Pantai Klayar. Tapi….ternyata dari papan yang bertuliskan Kalak tadi, kami masih harus ajrut-ajrutan di atas motor yang berjalan menyusuri jalan rusak nan gelap untuk menuju Pantai Klayar. Dan, kami pun tiba di sebuah lokasi yang teuteup gelap gulita. Satu-satunya tanda bahwa kami sudah sampai di sebuah pantai adalah bunyi debur ombak yang menderu-deru menyambut kedatangan kami malam itu. Perjalanan Yogya-Pantai Klayar kami saat itu memakan waktu kurang lebih 4 jam. Bisa dibayangkan, saat itu pinggang dan kaki saya rasanya mau patah. Wong, biasanya saya naik motor ojek PP dari kosan ke kantor cuma tidak lebih dari 15 menit.
Bermodal senter dan sorot lampu motor, kami pun mendirikan tenda (kecuali saya yang sibuk foto-foto hehehe). Tidak sampai setengah jam si tenda merah berhasil didirikan, tapi tidak dengan si tenda kuning. Bermenit-menit waktu yang dibutuhkan untuk memasang tenda pinjaman tersebut. Setelah dibolak-balik, diputar-putar, akhirnya si kuning pun terpasang. Acara selanjutnya adalah masak air untuk membuat kopi dengan menggunakan kompor buatan Pakbi dan Arif yang berbahan bakar spirtus. Hmmm…malam-malam, ditemani hembusan angin pantai, diiringi debur ombak, sambil minum kopi panas merupakan perpaduan yang sangat pas saat itu. Satu lagi kegiatan paling menyenangkan ketika kita camping adalah berbaring sambil memandangi bintang-bintang di langit. Semua orang memilih berbaring beralas sleeping bag di depan tenda (kecuali Nanung yang kayaknya sudah tidur duluan di dalam tenda, tapi abis itu dia gabung ikut-ikutan ngeliat bintang hehehe…). Sampai akhirnya benar-benar mengantuk saya pun akhirnya memilih tidur di dalam tenda.
(to be continued)