6 Juli 2008
Rasanya baru sebentar mata ini terpejam, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut. Setengah sadar, aku baru ngeh ternyata itu suara mamaku yang menyuruh kami agar segera bangun dan mandi. Dengan langkah terhuyung-huyung aku menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi dan sarapan, aku bergabung dengan keluargaku yang sedang ngobrol dengan saudara2ku. Seumur2 aku baru pertama kali bertemu dengan sudaraku yang di Surabaya ini. Ternyata ini rumah tante dari mamaku. Jadi aku memanggilnya Nini (Nenek dalam bhs Sunda). Dunia ini memang sempit. Nini Teti bercerita kalo anak pertama dan menantunya tinggal di Cikarang. Lalu aku bilang kalo aku juga kerja di Cikarang. Tiba-tiba dia langsung menelepon anaknya yang tinggal di Cikarang itu, mengatakan bahwa ada keponakan yang tinggal di Cikarang, yaitu aku.
Nini Teti : Menantu Nini dokter umum. Praktek di klinik GBH
Aku : GBH? Aku kan tiap bulan ke sana. Kontrol kawat gigi.
Nini Teti : Oh ya? Kebetulan banget. Nanti kalo ke GBH lagi, cari yang namanya dokter Dewi ya. Ini Nini kasih fotonya.
Aku : Iya, Nin.
Sekali lagi aku berpendapat dunia ini memang sempit.
Jam 08.15 kami beragkat dari rumah Nini Teti. Tujuan berikutnya tentu saja BALI. Setelah melihat peta, kami mengambil keputusan untuk mengambil jalur Surabaya-Sidoarjo-Pasuruan-Probolinggo-Jember-Banyuwangi-Ketapang. Jam 12.00 kami sampai di Jember. Kami makan siang di sebuah rumah makan padang yang cukup besar (namanya saya lupa). Setelah makan, sholat dan istirahat sebentar, jam 2 siang kami melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Ketapang. Tiba di Ketapang sudah jam 6 sore. Sehingga kami memutuskan untuk sholat Magrib dulu sebelum menyebrang. Untuk tiket penyeberangan 1 mobil kami harga tiketnya Rp. 96.000,-. Sambil menunggu kapal datang, kami ngobrol2 dengan para petugas ASDP. Ternyata menurut bapak-bapak tersebut, jalur yang kami tempuh untuk menuju Ketapang terlalu jauh. Harusnya lewat jalur Situbondo saja yang lebih dekat. Yah apa boleh buat, sudah terlanjur. Nanti saja kalau pulang dari Bali, dicoba jalur Situbondo, kata papaku.
Tak lama kapalnya datang, kami bergegas masuk ke dalam kapal. Kapalnya tidak terlalu besar, dibandingkan kapal feri yang pernah saya naiki ketika menyeberang dari Merak ke Bakaheuni dulu. Mungkin karena jarak tempuhnya tidak sejauh kalau menyeberangi Selat Sunda. Hanya sekitar 15 menit, kapal sudah merapat di Gillimanuk. Welcome to BALI….. Setelah pengecekan KTP, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan berikutnya adalah daerah Kuta karena kami sudah memesan penginapan di sana. Menurut cerita orang-orang, cukup susah mencari makanan halal di Bali. Makanya kami agak bingung juga ketika akan mencari makan malam, karena kami masuk Bali sudah malam hari. Tiba-tiba kami melewati sebuah rumah makan yang lumayan besar di sisi kanan jalan. Rumah makan tersebut bertuliskan RM. Madinah. Dari namanya saja, kami berpendapat bahwa tempat tersebut menyediakan makanan halal. Tapi karena sudah malam, makanan yang ada hanya seadanya. Karena nggak nafsu ngeliat lauknya, aku hanya pesan mie instant plus telur. Ada sedikit keanehan ketika mie tersebut dihidangkan. Telurnya menggunakan telur rebus. Padahal saya nggak bilang pakai telurnya yang rebus. Biasanya kalau di Pulau Jawa, mie instant plus telur itu telurnya ikut dicampur tidak direbus. Tapi ya sudahlah karena lapar aku makan saja mie instant plus telur rebus itu
Setelah acara makan selesai, kami pun segera melanjutkan perjalanan. Jalur yang kami lewati adalah Gilimanuk-Negara-Mendoyo-Pekutatan-Tabanan-Mengwi-Kerobokan-Kuta. Tengah malam kami masuk Legian. Jalanan cukup padat sehingga mobil bergerak lambat. Di sisi kiri kanan jalan banyak bule-bule lagi dugem. Saat itu juga ada 3 orang perempuan menggunakan wig merah dan baju pelayan joget-joget di depan cafe. Tiba-tiba dari bangku belakang terdengar suara papaku, “Ya Allah, naon eta teh. Nanaonan eta budak peuting-peuting. Eweuh gawe pisan (Ya Allah, apaan itu. Ngapain tu anak malam-malam. Nggak ada kerjaan banget). Aku dan adik perempuanku hanya tertawa ngakak-ngakak. Kemudian Uwa aku bilang begini, “Mas To, udah tidur aja lagi. Jangan bangun sampai hotel. Nanti malah bilang Astaghfirullah terus2an, hehe… Jam setengah 1 kami sampai di hotel Hadi Poetra Inn. Hotelnya tidak terlalu besar. Cukuplah kalau hanya untuk tidur aja.